Hubungan perusahaan dengan para pemangku kepentingannya di sepanjang tahun 2007 juga diwarnai dengan kasus gugatan hukum. Setidaknya ada enam kasus yang mendapatkan perhatian cukup besar dari khalayak, antara lain: pembebasan Newmont Minahasa Raya (NMR) dari tuduhan pencemaran Teluk Buyat; gugatan atas meluapnya lumpur panas Lapindo; tuduhan pembalakan liar kepada RAPP dan APP, perseteruan antara masyarakat Meruya Selatan Jakarta dengan PT Portanigra, dugaan korupsi PT Asian Agri, dan kasus suap perusahaan kepada pemerintah yang melibatkan perusahaan raksasa Monsanto. Selain enam kasus utama ini ada juga sejumlah kasus yang pada akhirnya memungkinkan perusahaan diseret ke muka pengadilan, seperti demonstrasi tuntutan gaji karyawan PT
Memerhatikan bukti dan argumen ilmiah pengadilan akhirnya memutuskan NMR terbebas dari tuduhan pencemaran. Dari lacakan media, terdapat kecenderungan umum bahwa gugatan yang diajukan oleh kalangan LSM lingkungan tidak mampu memenuhi standar ilmiah analisis lingkungan atau terdapat perbedaan standar dengan regulasi lingkungan di
Mirip juga dengan dugaan pembalakan liar RAPP/APP. Hingga kini persoalannya masih berputar di sekitar tata regulasi mengenai tafsir dan ketentuan mengenai pembalakan liar. Dalam hal ini tampaknya Departemen (atau Menteri) Kehutanan malah memiliki standar yang lebih longgar dari siapapun.
Sebagaimana halnya dengan bentuk hubungan lain dengan aparat pemerintah, sudah menjadi stigma umum bahwa praktik suap, korupsi, dan kolusi yang pada akhirnya merugikan khalayak banyak sangat sulit dihindari. Kesulitan ini terjadi baik dalam dataran praktik—tentunya membutuhkan studi lebih detail, maupun dari segi persepsi. Hingga kini kalangan masyarakat sipil, media, dan masyarakat awam pada umumnya masih meyakini bahwa hubungan ”mesra” antara perusahaan dengan pemerintah dijembatani oleh praktik suap alias adanya praktik korupsi di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar