Powered By Blogger

Kamis, Juni 12

Belajar dari Kasus Divestasi Indosat

Belajar dari Kasus Divestasi Indosat

TEMASEK Holding Pte Ltd menjual 40,8% saham Indosat yang dimilikinya kepada Qatar Telecom senilai S$2,4 miliar atau setara Rp16,2 triliun. Itu berita yang menggemaskan dalam hari-hari terakhir. Karena dalam tempo hanya enam tahun Temasek meraih untung tiga kali lipat lebih. Sebuah keuntungan yang diperoleh berkat kejelian berbisnis.

Indosat adalah BUMN yang dilego pada 2002 di bawah program yang menggiurkan bernama divestasi. Ketika itu divestasi dianggap sebagai kata keramat yang menyelamatkan negara dari krisis.

Demam divestasi tidak hanya menggoda pemerintah kala itu menjual Indosat. Telkomsel juga diobral. Dua pemain utama telekomunikasi milik pemerintah itu dibeli Temasek.

Tahun lalu Komisi Pengawasan Persaingan Usaha memvonis Temasek telah melanggar larangan monopoli. Raksasa investasi asal Singapura itu dinyatakan bersalah karena terjadi pemilikan silang. Padahal ketika divestasi dilakukan, pemerintah tidak mengingatkan Temasek akan larangan tersebut.

Akibatnya, Temasek diharuskan melepas kepemilikannya di Indosat atau Telkomsel. Di tengah pertikaian hukum kedua pihak, Temasek mengejutkan publik dengan pengumuman bahwa telah menjual seluruh sahamnya di Indosat kepada Qatar Telecom dengan keuntungan tiga kali lipat. Dengan demikian penguasaan Temasek atas Telkomsel tidak tergoyahkan.

Sampai di sini pertikaian hukum sesungguhnya selesai. Karena tidak ada lagi pemilikan silang Temasek di Indosat dan Telkomsel. Dengan demikian, seluruh keputusan KPPU tidak berlaku lagi karena telah dilaksanakan Temasek dengan keuntungan berlipat ganda.

Apa yang menjadi pelajaran dari kasus Temasek ini? Pelajaran pertama dan terutama adalah keharusan pemerintah Indonesia mengerti dan menaati hukum. Mengerti bahwa ada larangan pemilikan silang, tetapi tidak diberi tahu kepada investor. Atau mengerti, tetapi pura-pura lupa karena godaan fee yang menggiurkan. Ternyata Temasek lebih cerdik melihat celah hukum sehingga dalam keadaan tervonis pun masih mampu menyelesaikannya dengan keuntungan berlipat ganda.

Pelajaran yang lain adalah divestasi yang dilakukan dalam keadaan panik ternyata menimbulkan penyesalan hebat di kemudian hari.

Divestasi BUMN dilakukan pemerintah tidak dalam rangka investasi demi kepentingan dan keuntungan strategis di masa datang, tetapi demi memenuhi kebutuhan kocek APBN yang tekor. Jadi dalam soal divestasi pemerintah tidak lebih dari tukang loak yang terpaksa menjual barang untuk kepentingan perut. Divestasi model itulah yang ternyata membawa malapetaka.

Penjualan saham Indosat kepada Qatar Telecom telah melenyapkan kesempatan Indonesia untuk membeli kembali dari Temasek. Terlepas dari persoalan ada atau tidak uang pemerintah saat ini, kesempatan itu telah hilang.

Ada yang mengatakan pembelian saham Indosat oleh Qatar Telecom adalah sinyal positif bagi arus masuk modal Timur Tengah ke Indonesia. Positif karena selama ini modal dari Timur Tengah yang berlebih kurang meminati Indonesia. Kalau ada, baru sebatas komitmen.

Terlepas dari itu semua, kasus Indosat harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintah agar tidak mengobral BUMN atas nama divestasi demi kebutuhan kocek APBN. Divestasi BUMN ke depan haruslah dilakukan dalam rangka investasi, bukan kepanikan APBN.

(Media Indonesia)

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Jakarta, Indonesia, Indonesia
Kekuasaan dan pengaruh perusahaan raksasa atau korporasi di berbagai sisi kehidupan masyarakat yang semakin kokoh adalah fakta empiris. Dengan kekuatan itu, dampak positif maupun negatifnya pun sangat besar. Tidak ada yang menyangkal bahwa korporasi telah memberikan sumbangan bagi kemajuan ekonomi, peningkatan sumberdaya manusia dan sebagainya. Namun, dampak negatif aktivitasnya juga berskala yang sama. Kerusakan lingkungan, proses pemiskinan dan marginalisasi kelompok masyarakat sangatlah rentan,dan semakin lebarnya kesenjangan ekonomi dan pengaruhnya terhadap proses politik di berbagai jenjang pemerintahan hanyalah sebagian dari dampak negatif itu. masih terdapat kebijakan ekonomi-politik pemerintah dan produk hukum yang kurang kondusif dalam mendorong investasi yang ramah sosial dan lingkungan. Implementasi kebijakan CSR korporasi yang bersifat kosmetikal juga masih kerap ditemukan.dan dalam Blog ini saya ingin membagi atau belajar dengan anda mengenai segala permasalahan CSR di negeri ini hingga terwujud kesetabilan dan dapat meningkatkan perekonomian INDONESIA khususnya. Bravo... Weekup...and Speakup for you future right now