Meski baru belakangan ini istilah CSR dikenal, sesungguhnya aktivitas community outreach atau penjangkauan masyarakat sudah dilakukan oleh perusahaan sejak dahulu kala. Bentuk community outreach yang paling primitif adalah corporate philanthropy (CP). CP merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh perusahaan, atau seseorang, untuk memberikan dana kepada individu atau kelompok masyarakat, misalnya dalam bentuk beasiswa.
Seiring waktu berlalu, corporate philanthropy kemudian berkembang menjadi corporate social responsibility (CSR). CSR berbeda dengan CP dari dimensi keterlibatan si pemberi dana dalam aktivitas yang dilakukannya. Kegiatan CSR seringkali dilakukan sendiri oleh perusahaan, atau dengan melibatkan pihak ketiga (misalnya yayasan atau lembaga swadaya di masyarakat) sebagai penyelenggara kegiatan tersebut. Yang jelas, melalui CSR perusahaan jauh lebih terlibat dan terhubung dengan pihak penerima (beneficiaries) dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan CP. Aktivitas sosial yang dilakukan melalui CSR pun jauh lebih beragam.
CP maupun CSR biasanya melibatkan sumber daya dan dana yang cukup besar. Tak mengherankan jika CP dan CSR biasanya dilakukan oleh para milyarder ataupun perusahaan multinasional yang memiliki pendapatan yang tinggi. Oleh karena itu, banyak keengganan dari usaha menengah dan kecil untuk melakukan CP dan CSR. Dalam praktiknya, CP maupun CSR sering dilakukan sebagai salah satu bagian dari promosi produk, atau yang sering disebut sebagai social marketing. Sayangnya, CP dan CSR juga sering dilandasi oleh semangat ‘cuci dosa’. Banyak para pelaku corporate philanthropy adalah para milyarder yang sudah mengeruk banyak keuntungan dari bisnis yang memiliki banyak ‘dosa’ kepada masyarakat, seperti perusahaan pertambangan, perusahaaan rokok, dan lain sebagainya. Filosofi yang ada di benak pelaku CP dan CSR tak lain adalah: “bekerja keras selama 6 hari, kemudian berisitirahat di hari ke-7 dengan melakukan hal-hal yang baik kepada masyarakat”.
Dipahami demikian, CP dan CSR ternyata memiliki banyak kekurangan. Tak jarang masyarakat diperlakukan hanya sebagai objek perusahaan; setelah program-program community outreach ini berakhir, budaya ketergantungan pun sering tercipta. Banyak free riders, para pialang proposal, yang rajin mengirimkan permohonan bantuan dana kepada perusahaan. Ini belum menyebut bentuk-bentuk pemerasan seperti pengerahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar