Hilton dan Gibbons (2002) berpendapat bahwa perusahaan harus bergeser dari pemahaman CP dan CSR menuju corporate social leadership (CSL), atau kepemimpinan sosial perusahaan. CSL menaungi sebuah jalan menuju win-win solution antara masyarakat dan perusahaan dalam sebuah bentuk partnership.
CSL menuntut perubahan cara pandang para pelaku bisnis tentang hubungan mereka dengan masyarakat.
Oleh karena itu, dalam CSL perusahaan tidak lagi hanya sekadar melakukan tangggung jawab (doing the right thing) tapi juga menjadi pemimpin dalam perubahan sosial yang tengah berlangsung (making things right). Pergeseran paradigma dalam hubungan antara sektor privat (perusahaan) dan sektor publik (masyarakat) ini tentunya memberikan peluang tersendiri untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah global yang simpul-simpulnya dapat diperhatikan di dalam delapan poin Millennium Development Goals (MDGs).
Pertama, komitmen dan perubahan paradigma. Perusahaan harus menyadari bahwa entitas bisnis adalah juga merupakan bagian integral dari komunitas global.
Kedua, dalam merancang aktivitas CSL perusahaan harus memerhatikan beberapa hal esensial yang seringkali tidak diperhatikan dalam CP maupun CSR: program-program sosial yang disusun harus beriringan dengan bidang usaha yang bersangkutan. Misalnya, perusahaan jasa telekomunikasi tidak dianjurkan untuk mengembangkan aktivitas sosial yang jauh dari core business-nya. Dengan mengembangkan aktivitas yang beriringan dengan bidang usaha yang bersangkutan, perusahaan tidak perlu secara khusus mengalokasikan dana yang besar, seperti halnya pada aktivitas CP dan CSR. Perusahaan cukup mengerahkan resources yang ada dan yang tengah berjalan. Hal ini membuka peluang bagi usaha menengah dan kecil untuk juga secara aktif menyelenggarakan program-program CSL.
Ketiga, dampak positif yang dibawa oleh aktivitas CSL harus selalu bersifat berkelanjutan (sustainable). Maksudnya adalah bahwa aktivitas CSL harus selalu dirancang untuk mendorong kemandirian masyarakat (community empowerment). Oleh karena itu, program CSL harus terukur dan berada dalam kerangka waktu tertentu. Ini untuk menjamin dampak positif dari kegiatan community outreach yang dilakukan dapat terus terasa di tengah-tengah masyarakat sekalipun perusahaan sudah tidak lagi secara aktif terlibat di dalam komunitas yang diberdayakan.
Dengan transformasi paradigma menuju kepemimpinan sosial perusahaan ini, maka jalan menuju perubahan sosial melalui hubungan sektor publik, masyarakat dan sektor privat yang lebih baik menjadi terbuka. Entitas bisnis dan masyarakat dapat bersinergi untuk saling meningkatkan kesejahteraan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar