Powered By Blogger

Senin, Agustus 25

TANGGUNG JAWAB BISNIS TERHADAP HAM

Dalam diskursus hak asasi manusia, kata "tanggung jawab" atau "kewajiban" biasanyadikaitkan dengan negara. Ini paradigma lama yang berasumsi, lokus kekuasaan real politik terletak pada negara. Kini berkembang paradigma baru yang melihat sentra sentra kekuasaan kini tersebar ke pelbagai institusi nonnegara. Karena itu, bukan hanya Negara yang bertanggung jawab, tetapi juga bisnis dan aktor nonnegara lainnya. Tanggung jawab bisnis ini dikenal sebagai corporate social responsibility (CSR).

CSR pertama kali muncul dalam diskursus resmi-akademik sejak hadirnya tulisan Howard Bowen, Social Responsibility of the Businessmen tahun 1953 (Harper and Row, New York). CSR yang dimaksudkan Bowen mengacu kewajiban pelaku bisnis untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, keputusan, dan pelbagai tindakan yang harus mengikuti tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.

Diskursus tentang CSR kian mengalami diversifikasi dan proliferasi definisi. Namun intinya adalah bisnis bertanggung jawab "melampaui isu ekonomi sempit, teknis, bahkan persoalan legal semata"(Davis, 1973).

Singkatnya, konsep CSR mengandung makna, perusahaan atau pelaku bisnis umumnya memiliki tanggung jawab yang meliputi tanggung jawab legal, ekonomi, etis, dan lingkungan. Lebih khusus lagi, CSR menekankan aspek etis dan sosial dari perilaku korporasi, seperti etika bisnis, kepatuhan pada hukum, pencegahan penyalahgunaan kekuasaan dan pencaplokan hak milik masyarakat, praktik tenaga kerja yang manusiawi, hak asasi manusia, keamanan dan kesehatan, perlindungan konsumen, sumbangan sosial, standar-standar pelimpahan kerja dan barang, serta operasi antarnegara.Hipokrisi konsep CSR.

Masalahnya, sejak awal pemunculan hingga kini, konsep CSR berkesan amat moralis. Kata "sosial" dalam CSR bermakna peyoratif yang berarti "sukarela", lebih bermakna sebagai tindakan filantropi, altruistik, kebaikan budi, bukan sebuah kewajiban. Padahal, terkait dengan advokasi hak asasi manusia, imbauan moralis serta semangat altruistik di balik kata "sosial" sama sekali tidak memadai.

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Jakarta, Indonesia, Indonesia
Kekuasaan dan pengaruh perusahaan raksasa atau korporasi di berbagai sisi kehidupan masyarakat yang semakin kokoh adalah fakta empiris. Dengan kekuatan itu, dampak positif maupun negatifnya pun sangat besar. Tidak ada yang menyangkal bahwa korporasi telah memberikan sumbangan bagi kemajuan ekonomi, peningkatan sumberdaya manusia dan sebagainya. Namun, dampak negatif aktivitasnya juga berskala yang sama. Kerusakan lingkungan, proses pemiskinan dan marginalisasi kelompok masyarakat sangatlah rentan,dan semakin lebarnya kesenjangan ekonomi dan pengaruhnya terhadap proses politik di berbagai jenjang pemerintahan hanyalah sebagian dari dampak negatif itu. masih terdapat kebijakan ekonomi-politik pemerintah dan produk hukum yang kurang kondusif dalam mendorong investasi yang ramah sosial dan lingkungan. Implementasi kebijakan CSR korporasi yang bersifat kosmetikal juga masih kerap ditemukan.dan dalam Blog ini saya ingin membagi atau belajar dengan anda mengenai segala permasalahan CSR di negeri ini hingga terwujud kesetabilan dan dapat meningkatkan perekonomian INDONESIA khususnya. Bravo... Weekup...and Speakup for you future right now